Pendidikan

Ini Strategi Pemkot Surabaya Hilangkan Stigma Perbedaan Sekolah Negeri dan Swasta

Selasa, 25 Agustus 2020 - 12:14
Ini Strategi Pemkot Surabaya Hilangkan Stigma Perbedaan Sekolah Negeri dan Swasta Ilustrasi - Siswa (FOTO: Istimewa)

TIMES LAMONGAN, SURABAYA – Stigma masyarakat soal perbedaan sekolah negeri dan swasta, coba dipecahkan oleh Pemkot Surabaya. Anggapan tersebut akan dihilangkan agar pendidikan Indonesia rata dan tidak ada yang unggul maupun tertinggal.

Kepala Badang Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, Pemkot telah mempersiapkan berbagai strategi untuk tidak membeda-bedakan antara sekolah negeri dan swasta.

“Kalau hanya mengandalkan negeri saja tidak cukup. Nah ketika masuk swasta, maka infrastrukturnya juga harus sama, termasuk laboratorium dan sebagainya harus sama, sehingga kita akan dukung betul ke depannya, dengan catatan sekolah swasta itu harus menaikkan gradenya,” terang Eri, Selasa (25/8/2020).

Lanjutnya, cara sekolah untuk menaikkan gradenya yaitu harus disepakati bahwa rombongan belajar setiap sekolah negeri dan swasta sebanyak 32 siswa, dengan maksimal masing-masing 11 kelas.

“Artinya, kelas 1 ada 11 kelas, kelas 2 ada 11 kelas dan kelas 3 ada 11 kelas juga. Oleh karena itu, bagi sekolah yang rombelnya diatas 32 siswa, maka pemkot pun terus mencarikan solusinya. Salah satunya dengan menambah kelas lagi,” kata Eri.

Dalam hal ini, penambahan kelas itu bukan untuk menerima siswa baru, melainkan untuk menampung siswa yang lebih dari rombongan belajar tersebut. “Misalnya sudah ada sekolah yang menerima rombongan belajar 40 siswa, maka 8 siswa di rombongan belajar tersebut harus pindah ke kelas yang baru dibangun,” jelas Eri.

“Kemarinnya kita sudah hitung-hitungan dengan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) dan pihak guru, jika siswanya sampai 40 orang, guru merasa agak kesulitan untuk menguasai muridnya, sehingga rombel 32 itu sudah cukup,” ucapnya.

Selain itu, mulai tahun 2019, Pemkot Surabaya sudah menghitung Bopda itu berdasarkan rombel, bukan per kepala lagi. Makanya, dia berharap kebijakan ini akan bisa menyelesaikan masalah dan nantinya tidak ada perbedaan lagi antara sekolah negeri dan swasta.

Di samping itu, Eri juga menjelaskan bahwa harus ada keterbukaan antara pemerintah dan pihak sekolah. Terbuka dalam hal jumlah siswa yang akan masuk ke sekolah masing-masing, baik negeri maupun swasta. Apalagi, saat ini Dispendukcapil Surabaya sudah menyiapkan data berapa anak SD yang lulus dan akan masuk ke jenjang SMP, sehingga sejak awal sudah bisa dihitung apakah sekolah di suatu daerah atau kecamatan itu kurang atau sudah cukup.

“Jadi, tahun 2021 Bulan Juli nanti, aka nada data dari Dispendukcapil tentang berapa anak yang lulus SD dan akan masuk ke SMP. Insyallah dengan data itu kita akan tahu sebaran siswa itu, sehingga posisinya nanti akan menerima jumlah siswa sama,” ujarnya.

Kemudian, begitu ada sekolah di salah satu kecamatan yang kurang, nanti akan kita bangunkan sekolah atau hanya menambah kelas baru. Tapi sekali lagi, dengan catatan tidak mengurangi jumlah siswa di sekolah swasta. “Melalui berbagai cara itu, mungkin kita akan bisa menyelesaikan wajib sekolah 9 tahun,” imbuhnya.

Eri menambahkan, Pemkot Surabaya juga terus mengembangkan kerjasama dengan pihak pengusaha dalam hal membantu siswa. Bentuknya, para pengusaha itu memegang anak asuh, sehingga pengusaha itu membantu anak asuhnya dalam biaya pendidikannya. “Ini sudah berlaku dan akan terus kami kembangkan, sehingga semua pihak berkontribusi dalam mengembangkan pendidikan di Kota Surabaya,” ucapnya. (*)

Pewarta : Inntan Wulandari (MG-236)
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Lamongan just now

Welcome to TIMES Lamongan

TIMES Lamongan is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.