TIMES LAMONGAN, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menelaah lebih jauh kemunculan produk bahan bakar minyak (BBM) baru bernama Bobibos, yang diklaim memiliki kualitas setara RON 98 dan ramah lingkungan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan pihaknya masih mengumpulkan data dan melakukan kajian mendalam terhadap produk yang disebut-sebut hasil inovasi anak bangsa tersebut. “Kita pelajari dulu, ya. Kita pelajari dulu,” ujar Bahlil singkat usai rapat bersama Komisi XII DPR di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
ESDM Beri Apresiasi, Tapi Uji Kelayakan Masih Berjalan
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menyambut positif munculnya berbagai inovasi bahan bakar alternatif dalam negeri. Namun, ia menegaskan bahwa proses penilaian kelayakan BBM baru memerlukan waktu dan tahapan yang panjang.
“Kami apresiasi inovasi anak bangsa, tapi untuk menentukan apakah suatu produk layak digunakan masyarakat, proses uji dan evaluasinya bisa memakan waktu hingga delapan bulan,” jelas Laode di kantor Kementerian ESDM, Jumat (7/11/2025).
Laode juga meluruskan informasi terkait kabar bahwa Bobibos telah memperoleh sertifikat dari Lemigas. Menurutnya, produk tersebut baru diajukan untuk uji laboratorium dan hasilnya masih bersifat tertutup.
Bobibos, Energi Baru dari Limbah Pertanian
Sebelumnya, dikutip dari situs Bapenda Jabar, inovasi Bobibos—singkatan dari Bahan Bakar Original Buatan Indonesia Bos—diperkenalkan di Lembur Pakuan, Subang, Jawa Barat. Produk ini dikembangkan oleh M. Ikhlas Thamrin bersama tim muda peneliti yang menolak tawaran kerja dan kewarganegaraan dari luar negeri demi mengembangkan riset energi di tanah air.
Bobibos merupakan jenis Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dihasilkan dari pengolahan jerami, yang selama ini kerap dibakar pasca panen. Melalui teknologi bioenergi, jerami diubah menjadi bahan bakar beroktan tinggi yang diklaim mampu menekan emisi hingga mendekati nol.
Uji Coba dan Potensi Ekonomi di Daerah
Uji coba lapangan telah dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menggunakan mesin traktor diesel di Lembur Pakuan. Hasilnya menunjukkan performa mesin yang lebih ringan, tarikan halus, dan asap buangan yang lebih bersih. Sementara uji laboratorium Lemigas mencatat nilai oktan Bobibos mencapai 98,1.
Selain ramah lingkungan, inovasi ini juga menawarkan potensi ekonomi besar bagi daerah pertanian. Dari setiap hektare sawah, dapat dihasilkan hingga 3.000 liter bahan bakar. Dengan potensi lahan seluas 1.000 hektare di Subang, produksi Bobibos berpotensi mencapai jutaan liter per tahun.
Proses produksinya juga menghasilkan produk turunan bernilai ekonomi tinggi, seperti pakan ternak hingga 2.000 ton dan pupuk organik dari 500 hektare sawah. Dengan demikian, Bobibos tak hanya berkontribusi pada kemandirian energi, tetapi juga memperkuat ekonomi sirkular di pedesaan.
Langkah Selanjutnya: Produksi dan Distribusi Lokal
Untuk mempercepat realisasi di lapangan, pengembang Bobibos berencana membangun pabrik mini di tingkat desa. Unit produksi ini akan dikelola bersama masyarakat, termasuk kelompok ibu-ibu PKK, yang dapat berperan sebagai agen penjual.
Skema ini diharapkan mampu menekan harga jual, memperluas distribusi, serta mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar bersubsidi dan impor.
Jika uji kelayakan dan sertifikasi resmi rampung, Bobibos berpotensi menjadi simbol baru transisi energi hijau Indonesia—mengubah limbah pertanian menjadi sumber energi yang berkelanjutan dan bernilai ekonomi tinggi. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bahlil: ESDM akan Pelajari BBM Bobibos
| Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |