TIMES LAMONGAN, LAMONGAN – DPRD Kabupaten Lamongan melalui Fraksi PDI Perjuangan bergerak cepat mencari solusi konkret terkait persoalan banjir dan kekeringan ekstrem di wilayah Bengawan Jero. Untuk pertama kalinya, Fraksi PDIP menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema "Bonorowo: Tata Kelola Bengawan Jero Lamongan" di ruang Komisi B, Rabu (15/10/2025).
FGD yang digagas sebagai tindak lanjut perintah Ketua Umum PDIP, Hj. Megawati Soekarnoputri, ini mempertemukan berbagai pihak krusial, mulai dari anggota Fraksi PDI Perjuangan dan Kepala Dinas PU Sumber Daya Air (SDA) Lamongan Erwin Sulistyo Pambudi,
Selain itu juga Kepala Bapelitbangda Lamongan Sujarwo, Kepala UPT BBWS Pusda Jatim Sunjani, hingga perwakilan petani di wilayah Bengawan Jero yang tergabung dalam GP3A (Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air).
Perintah Partai dan Komitmen Lintas Sektor
Wakil Ketua II DPRD Lamongan, Husen, menegaskan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari komitmen partai. "Ini perintah dari Ibu Ketua Umum Hj. Megawati Soekarnoputri. Ke depannya, kita tidak hanya fokus pada Bengawan Jero, tapi juga lintas sektor lainnya," ujar Husen, menunjukkan komitmen Fraksi terhadap isu-isu kerakyatan.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Lamongan, Erna Sujarwati, menjelaskan bahwa FGD ini digelar karena permasalahan tata kelola air di Bonorowo (sebutan untuk wilayah Bengawan Jero) sudah sangat mendesak.
"Ternyata banyak sekali permasalahannya. Saat musim penghujan, mereka banjir berlebihan, air melimpah. Ketika musim kemarau, mereka kekurangan air. Bahkan saat ekstrem, sudah tidak bisa dikendalikan," tutur Erna. Kondisi ini, lanjutnya, sangat merugikan aktivitas masyarakat, terutama petani, di wilayah tersebut.
Usulan Kunci: Normalisasi Kali Corong dan Pompa Raksasa
Dari diskusi mendalam tersebut, ditemukan beberapa kesimpulan penting yang menjadi tuntutan utama perwakilan petani.
"Kesimpulannya, mereka menginginkan beberapa hal, salah satunya adalah beberapa sungai di Bengawan Jero itu di normalisasi, terutama yang paling penting adalah Kali Corong. Selain itu, juga dibutuhkan DAM dan Pompa," kata Erna.
Ia tidak menampik bahwa kebutuhan anggaran untuk normalisasi dan pengadaan pompa serta DAM sangat besar, di mana untuk satu pompa air besar saja bisa mencapai Rp500 jutaan.
"Apalagi, untuk Kali Corong bagian hulu, dibutuhkan 15 titik DAM dan 15 Pompa. Oleh karena itu, Fraksi PDIP siap berkoordinasi ke tingkat Provinsi dan Pusat," ucapnya.
Mengawal Program Ketahanan Pangan Nasional
Erna menambahkan, persoalan Bengawan Jero memiliki kaitan erat dengan program strategis nasional. "Ini penting. Lamongan itu kan lumbung pangan nasional. Kita mensupport padi yang besar secara nasional. Di Bengawan Jero bahkan bisa tiga kali musim tanam kalau memang bagus musimnya," katanya.
Jika persoalan banjir tidak teratasi, petani terancam gagal panen, yang otomatis berdampak pada ketahanan pangan.
Kepala Dinas PU SDA Lamongan, Erwin Sulistya Pambudi, mengapresiasi langkah Fraksi PDIP ini. Ia mengakui kompleksitas wilayah Bonorowo yang siklus airnya berbeda-beda tiap tahun.
"Kami apresiasi dari Fraksi PDIP DPRD Lamongan untuk hadir. Wilayah Bonorowo itu memang siklusnya beda-beda. Tidak bisa diskemakan perencanaan A tahun ini, tahun depan juga A. Karena memang itu siklus dari musim," ujar Erwin.
Ia juga menekankan bahwa pengelolaan air di sana melibatkan tiga kewenangan yakni kabupaten, provinsi, dan BBWS (Pusat).
Kepala Bapelitbangda Lamongan, Sujarwo, menjamin komitmen Pemerintah Kabupaten untuk melakukan tindak lanjut sesuai kewenangan yang dimiliki. "Kita lakukan sesuai kewenangan kita. Salah satu contoh, bagaimana air yang masuk ke sungai Blawi itu kita kurangi seminimal mungkin. Rawa-rawa atau bosem-bosem yang kita miliki ini kita keruk sehingga air bisa kita antisipasi," kata Sujarwo.
Ia memastikan bahwa rencana tindak lanjut akan dianggarkan sesuai dengan prioritas pembangunan, khususnya infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan sebagai prioritas nasional dan daerah.
"Tetap kita rencanakan sesuai dengan fiskal kita artinya tetap sesuai dengan prioritas pembangunan. Ya, kita prioritas infrastruktur, baik jalan tetap menjadi prioritas. Tapi yang lain juga tetap menjadi priroritas kita karena ini juga mendukung ketahanan pangan yang menjadi prioritas nasional yang kemudian ini juga kita lakukan di daerah," tuturnya.
Wakil Ketua Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A), Achmad Zaini, secara gamblang memaparkan tantangan besar yang dihadapi petani, terutama saat musim ekstrem yang tidak terprediksi.
"Tahun-tahun ini, terutama pada musim ekstrem, pengairan tidak bisa diprediksi karena hujan tidak stabil," ujar Zaini..
Drama Sengketa Hulu vs Hilir
Zaini mengungkapkan, puncak persoalan air di Bengawan Jero adalah sengketa yang terjadi antara petani di wilayah hulu dan hilir sungai. Sengketa ini dipicu oleh upaya pengelolaan air yang saling merugikan.
"Sengketanya, yang jelas, yang di hulu maunya air diturunkan sampai batas minimum. Tapi yang hilir merasa keberatan karena kekurangan air," katanya.
Situasi di hilir, khususnya di wilayah Kali Corong, bahkan jauh lebih parah. Ketika debit air tawar sangat minim, air asin dari laut justru masuk ke Bengawan Jero melalui Kali Corong. "Daerah Corong itu kan bahkan air asin dari laut masuk ke Bengawan Jero, ke Kali Corong. Ini nanti kan bermasalah," katanya.
Para petani di hilir sangat berharap agar Kali Corong dinormalisasi dan diatur sedemikian rupa sehingga tidak kemasukan air asin dan semua air tetap jernih (tawar), walaupun harus diturunkan drastis.
Harapan Baru untuk Panen Serentak dan Maksimal
Kehadiran DPRD dan berbagai leading sector (Dinas PU SDA, Bapelitbangda, BBWS) dalam FGD ini membawa angin segar bagi para petani. Zaini berharap pertemuan ini menjadi langkah nyata untuk mengendalikan air secara adil dan merata.
"Kami berharap dengan pertemuan ini nanti ditindaklanjuti dengan baik, sehingga nanti kebutuhan air yang ada di Bengawan Jero, baik itu di hulu, tengah, atau hilir, itu nanti bisa semuanya bisa tanam padi dengan hasil yang maksimal," ucap Zaini.
Budayawan Beri Solusi Topografi: Normalisasi dan Restorasi Rawa Alam
Tak hanya masalah sengketa air, FGD ini juga menghadirkan masukan strategis dari sisi kebudayaan dan tata ruang. Budayawan, Supriyo, memberikan analisis berdasarkan topografi dan geomorfologi wilayah Lamongan.
Supriyo merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk mitigasi banjir di dataran rendah fluvial (daerah aliran sungai) Bengawan Jero.
"Perencanaan tata ruang harus mengintegrasikan normalisasi sungai (seperti Kali BMCM dan Kali Dinoyo) dengan pembangunan dan restorasi kolam retensi," ujar Supriyo.
Ia menekankan pentingnya normalisasi rawa alami yang ada sebagai tempat penampungan air, seperti Semando, Cungkup, dan Sekaran. Pemanfaatan lahan di wilayah ini harus memprioritaskan fungsi alamiahnya.
"Pemanfaatan lahan di wilayah ini harus meminimalkan alih fungsi lahan yang mengurangi kapasitas tadah air alam," kata Supriyo memberikan panduan jelas bagi Pemkab Lamongan dalam menyusun program jangka panjang 2027 seperti yang disinggung di awal FGD. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Dari Hulu hingga Hilir, FGD Bonorowo Buka Jalan Tata Kelola Air untuk Petani Lamongan
Pewarta | : Moch Nuril Huda |
Editor | : Deasy Mayasari |