TIMES LAMONGAN – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini menjadi wajah baru kebijakan publik yang tak hanya menyehatkan rakyat, tetapi juga menumbuhkan ekonomi lokal.
Melalui sinergi antara petani, UMKM, koperasi, dan lembaga pendidikan, MBG menghadirkan rantai pasok pangan sehat yang berdaya, adil, dan berkelanjutan.
Dari Meja Makan ke Dapur Perekonomian Rakyat
Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Tulus Santoso menyampaikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah melampaui sekadar intervensi sosial. Kebijakan publik ini merupakan inovasi terintegrasi yang menjembatani sektor kesehatan, pertanian, pendidikan, dan kewirausahaan lokal.
Dalam konteks pembangunan daerah, MBG memiliki potensi strategis untuk mendorong pengembangan ekonomi lokal, terutama melalui pemanfaatan sumber daya dan bahan pangan daerah.
Saat MBG mengutamakan bahan pangan lokal seperti sayuran, buah, ikan, serta sumber protein dari daerah sekitar, terjadi sirkulasi ekonomi di tingkat bawah. Uang yang dikeluarkan pemerintah untuk program ini kembali berputar, menghidupkan ekonomi desa, dan memperkuat kemandirian pangan daerah.
Tiga Mekanisme Utama Penguatan Ekonomi Lokal
Keterlibatan aktif UMKM pangan dan petani lokal dalam rantai pasokan adalah kunci keberhasilan MBG. Ada tiga mekanisme utama yang meningkatkan ketahanan ekonomi daerah:
1. Diversifikasi Pendapatan: Produsen pertanian dan operator bisnis skala kecil mendapatkan aliran pendapatan baru dengan kontrak pasokan ke MBG, mengurangi ketergantungan pada pasar besar yang bergejolak.
2. Stabilisasi Harga Makanan Lokal: Permintaan yang konsisten dari MBG menciptakan pasar yang stabil untuk komoditas pertanian lokal, mengurangi volatilitas harga, dan memperkuat posisi negosiasi produsen kecil.
3. Integrasi Desa-Kota: Produk pertanian pedesaan langsung terintegrasi ke dalam kerangka konsumsi lembaga pendidikan perkotaan melalui jaringan distribusi MBG, merampingkan proses dan mengurangi biaya logistik.
"MBG berfungsi tidak hanya sebagai intervensi sosial, tetapi juga sebagai strategi ekonomi berkelanjutan secara regional," ujar Tulus Santoso, menegaskan dimensi ekonomi yang sering luput dari perhatian.
Strategi Mengatasi Kendala dan Optimalisasi Potensi
Tentu, jalan menuju optimalisasi ini tidak tanpa hambatan. Kendala seperti keterbatasan kapasitas produktif petani kecil, infrastruktur penyimpanan dan transportasi yang kurang memadai, hingga minimnya integrasi kelembagaan lintas sektor masih harus diatasi.
Untuk memastikan MBG efektif menjadi katalis ekonomi lokal, perlu diterapkan strategi yang terdefinisi dengan baik:
• Pemetaan Potensi Makanan Lokal: Pemerintah daerah harus memetakan komoditas utama yang selaras dengan tuntutan menu MBG.
• Kemitraan Produksi dan Distribusi: Badan-badan pemerintah dapat memfasilitasi kemitraan antara produsen pertanian, UKM, dan lembaga pendidikan melalui mekanisme pertanian kontrak.
• Pelatihan dan Sertifikasi: UMKM perlu dilatih mengenai standar kebersihan, gizi, dan pengemasan agar produk mereka memenuhi standar MBG.
• Digitalisasi Sistem Pasokan: Pemanfaatan teknologi digital, seperti aplikasi rantai pasokan elektronik, penting untuk mencapai pelacakan yang transparan mengenai asal makanan dan kualitas produk.
• Insentif untuk Bisnis Lokal: Penyediaan pembiayaan ringan atau subsidi transportasi akan meningkatkan keunggulan kompetitif UKM lokal.
Membangun Kemakmuran Bersama yang Berkelanjutan
Dari sudut pandang kebijakan publik, MBG adalah implementasi prinsip pembangunan ekonomi inklusif, di mana kebijakan sosial berorientasi pada generasi nilai ekonomi di tingkat masyarakat.
MBG memposisikan individu tidak hanya sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai peserta integral dalam ekosistem pangan nasional. Metodologi ini sejalan dengan ide “kemakmuran bersama” (shared prosperity) dan “tata kelola ekonomi lokal,” yang bertujuan memperkuat struktur ekonomi wilayah melalui keterlibatan proaktif masyarakat dan sektor usaha kecil.
Tulus menegaskan, ketika desain kebijakan MBG benar-benar berorientasi pada penggunaan bahan pangan lokal dan pemberdayaan UMKM daerah, manfaatnya akan berlipat ganda: anak-anak memperoleh asupan bergizi, petani dan pelaku usaha lokal mendapatkan pasar tetap, dan daerah memiliki kemandirian pangan yang lebih kuat.
"Dengan tata kelola yang transparan, integrasi lintas sektor, dan dukungan digitalisasi, MBG dapat menjadi model sinergi sosial-ekonomi nasional, di mana kebijakan gizi menjadi pintu masuk untuk membangun ekonomi rakyat yang sehat, berdaya, dan berkelanjutan," tutur Tulus, Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. (*)
| Pewarta | : Moch Nuril Huda |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |