TIMES LAMONGAN, JAKARTA – Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengungkapkan tidak ada masyarakat yang melaporkan atau keberatan atas pemberitaan terkait kekerasan seksual.
Hal tersebut disampaikan Ninik saat membuka diskusi ‘Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak’ di Hall Dewan Pers, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
“Selama saya hampir tiga tahun di Dewan Pers, hanya ada satu kali laporan keberatan atas pemberitaan kekerasan seksual,” ucap Ninik mengawali diskusi tersebut.
Meskipun angka kekerasan seksual di masyarakat cukup tinggi dan juga pemberitaannya sering muncul di media massa, tetapi masih sangat minim masyarakat yang melaporkan kasus pemberitaan kekerasan seksual.
Menurut Ninik, meskipun Undang-Undang Kekerasan Seksual sudah ada, akan tetapi peraturan pers yang berkaitan dengan kekerasan seksual, belum ada.
“Bahkan beberapa jurnalis seperti hendak menyembunyikan dan mungkin beranggapan tidak perlu ada aturan seperti ini,” ujar Ninik.
Melalui diskusi tersebut, Ninik berharap hadirnya sebuah peraturan atau pedoman pemberitaan terkait dengan kekerasan seksual dan anak yang sedang disusun Dewan Pers nantinya bisa diratifikasi oleh perusahaan pers.
“Selanjutnya, konstituen atau perusahaan pers bisa membuat panduan pemberitaaan kekerasan seksual di media masing-masing,” harapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro memaparkan data survei yang dilakukan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ia menyatakan, sepanjang 2023, ada 29.883 kasus kekerasan seksual di tanah air.
“Dari angka itu, sebanyak 26.161 dialami oleh Perempuan. Sisanya sebanyak 6.332 korban berjenis kelamin laki-laki. Dalam satu kasus kekerasan seksual, korbannya bisa lebih dari satu orang,” terangnya.
Menurut Sapto yang juga ketua Penelitian, Pendataan, Ratifikasi Perusahaan Pers, persepsi media massa terhadap kasus kekerasan seksual masih beragam. Tidak semua media massa punya kesadaran akan arti penting pemberitaan kekerasan seksual dan anak.
Ia mewanti-wanti supaya pasal 5 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) benar-benar menjadi pagangan wartawan dalam memberitakan kekerasan seksual.
“Identitas korban kekerasan seksual harus dihindari. Demikian juga, identitas anak pelaku kekerasan seksual juga tidak perlu diberitakan,” tandasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ketua Dewan Pers Ungkap Soal Laporan Masyarakat Terkait Pemberitaan Kekerasan Seksual
Pewarta | : Ahmad Nuril Fahmi |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |