https://lamongan.times.co.id/
Opini

Belajar Saling Peduli dari Desa Balun

Jumat, 04 Juli 2025 - 15:49
Belajar Saling Peduli dari Desa Balun Azza Abidatin Bettaliyah, S.I.Kom., M.Med.Kom, Dosen Fakultas Sains dan Teknologi Unisla/Kepala Sub Bagian Humas Unisla.

TIMES LAMONGAN, LAMONGAN – Di tengah berbagai tantangan keberagaman di banyak tempat, Desa Balun di Kabupaten Lamongan menyuguhkan pemandangan sosial yang menyejukkan: masyarakat lintas agama hidup berdampingan, bukan sekadar rukun, tetapi saling peduli satu sama lain.

Balun bukan desa biasa. Ia dijuluki sebagai “Desa Pancasila”, tempat umat Islam, Kristen, dan Hindu hidup berdampingan tanpa sekat. Namun, harmoni ini tak datang dengan sendirinya. Di balik suasana damai itu, terdapat proses komunikasi lintas generasi yang menanamkan nilai saling peduli sejak dini.

Dalam penelitian yang saya lakukan, dua generasi menjadi sorotan utama: Generasi X dan Generasi Z. Mengapa dua generasi ini? Karena mereka mewakili dua poros penting dalam pewarisan nilai: Gen X sebagai penjaga tradisi dan Gen Z sebagai pembawa perubahan.

Gen X yang kini berusia sekitar 45–60 tahun menjadi generasi yang aktif dalam membangun harmoni sejak masa reformasi hingga sekarang. 

Mereka mengalami masa-masa transisi sosial dan menjadi saksi hidup penting atas berbagai dinamika keberagaman. Peran mereka sangat penting sebagai “cultural gatekeeper” yang menjaga nilai-nilai luhur dan mentransfernya kepada generasi berikutnya.

Sementara itu, Generasi Z yang kini berusia 15–25 tahun hidup di era digital yang cepat dan penuh distraksi. Mereka menjadi tolok ukur keberhasilan atau kegagalan pewarisan nilai. 

Jika mereka tetap peduli dan mampu hidup harmonis dalam keberagaman, maka harapan masa depan bisa ditegakkan. Di tangan mereka, nilai-nilai warisan diuji: apakah akan dilanjutkan, diubah, atau ditinggalkan.

Dalam praktiknya, Gen X di Balun menanamkan semangat gotong royong dan tenggang rasa, bukan lewat ceramah, tapi melalui contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari: membantu tetangga saat sakit meski berbeda agama, atau ikut menjaga rumah ibadah agama lain saat ada perayaan besar.

Generasi Z, anak muda Balun, meneruskan semangat itu dengan cara mereka sendiri. Mereka membuat konten media sosial yang menggambarkan kerukunan antaragama, berbagi kegiatan lintas iman, dan saling mengingatkan untuk menjaga kedamaian di dunia digital.

Yang menarik, “saling peduli” di Balun bukan basa-basi. Anak-anak muda merasa wajar dan nyaman datang ke rumah teman beda agama, bahkan ikut bergotong royong membersihkan tempat ibadah yang bukan miliknya. Seorang remaja berkata dalam wawancara, “Kami sudah terbiasa. Di sini, agama itu bukan pembatas, tapi bagian dari hidup bersama.”

Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai kepedulian lintas agama tidak diwariskan secara kaku, melainkan melalui proses komunikasi yang luwes, informal, dan penuh makna.

Gen X memberi contoh, Gen Z melanjutkan dengan cara baru. Ini menunjukkan bahwa kerukunan tidak cukup dijaga ia harus diperbarui terus-menerus oleh generasi penerus.

Enkulturasi sosial memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga dan mereproduksi nilai-nilai kerukunan dan kepedulian lintas agama di Desa Balun, Lamongan.

Enkulturasi, yang secara sederhana berarti proses pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, di Balun berlangsung secara alami melalui interaksi sehari-hari dalam keluarga, komunitas, dan ruang sosial bersama.

Di Balun, proses enkulturasi sosial tidak dilakukan secara formal melalui institusi pendidikan atau ceramah-ceramah agama semata. Nilai-nilai seperti toleransi, saling menghormati, dan peduli terhadap sesama lebih banyak diajarkan melalui tindakan nyata.

Di Balun, perbedaan agama tidak menjadi hambatan untuk bekerja sama. Saat ada kegiatan desa, semua pemuda lintas iman bergotong royong: memasak bersama, membersihkan jalan desa, atau mendirikan panggung untuk acara bersama. 

Bahkan ketika ada perayaan keagamaan tertentu, pemuda agama lain ikut menjaga keamanan dan ketertiban dengan sukarela. Semua dilakukan tanpa paksaan, tanpa aturan tertulis. Karena di Balun, kepedulian adalah budaya yang hidup.

Tradisi saling mengunjungi saat Lebaran, Natal, maupun Nyepi juga masih lestari. Tidak jarang, warga beragama Islam membantu menyiapkan konsumsi di gereja saat Natal. 

Sebaliknya, saat Idul Fitri, warga Kristen dan Hindu ikut hadir memberi ucapan, bahkan ikut membantu menyiapkan makanan untuk tamu. Praktik-praktik seperti ini menjadi bentuk nyata dari nilai “hidup bersama dalam perbedaan” yang kini semakin langka di banyak tempat.

Balun memberi kita pelajaran penting: di tengah dunia yang mudah terbelah oleh perbedaan, saling peduli adalah jalan menuju kebersamaan yang sejati. Sebuah nilai yang tidak hanya bisa diajarkan, tapi harus dihidupi.

***

*) Oleh : Azza Abidatin Bettaliyah, S.I.Kom., M.Med.Kom, Dosen Fakultas Sains dan Teknologi Unisla/Kepala Sub Bagian Humas Unisla.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

_________
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

 

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Lamongan just now

Welcome to TIMES Lamongan

TIMES Lamongan is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.